Diawali dengan elaborasi pengertian lahan suboptimal, diskusi daring kali ini menghadirkan periset TJF, Nurul Ihsan Fauzi. Ihsan menerangkan bahwa lahan suboptimal adalah lahan yang kurang subur seperti lahan gambut. Live talk ini fokus pada diskusi mengenai hasil penelitian perkebunan kelapa di lahan gambut.
Dikarenakan banyak lahan yang digunakan untuk modernisasi, terdapat rasa cemas apakah ketahanan pangan cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia dimasa mendatang. Maka dari itu, lahan gambut mulai digunakan untuk bertani. Mengolah lahan gambut seperti pedang bermata dua; bila ditangani dengan baik, lahan gambut dapat menjadi salah satu solusi untuk ketahanan pangan, tetapi bila tidak ditangani dengan baik maka dapat menyebabkan dampak negatif sehingga diperlukan pengelolaan yang baik agar pedang tersebut tidak menusuk kita.
Tidak mudah memang mengelola lahan gambut, tetapi bukan tidak mungkin. Beberapa factor yang harus diperhatikan antara lain faktor lingkungan, sosial, dan ekonomi. Semua faktor tersebut harus berjalan beriringan demi tercapainya keberlanjutan, tidak hanya bertahan 1 atau 2 tahun saja. Praktik berkelanjutan tersebut telah dicapai di salah satu perkebunan kelapa yang terdapat di Pulau Burung. Praktik ini selain memberi dampak yang baik kepada masyarakat sekitar, juga tidak merusak lingkungan.
Hal yang paling penting untuk tercapainya kesuksesaan pengelolaan lahan suboptimal, dalam hal ini lahan gambut, dengan cara berkelanjutan adalah dengan memperhatikan tata kelola airnya. Tata Kelola air yang baik dan sesuai dengan peraturan pemerintah dapat menjaga kelembaban lahan. Selain dapat menjaga emisi karbon, kelembaban juga dapat mencegah kebakaran hutan mengingat lahan gambut sangat rentan terhadap kebakaran. Terbukti dengan perkebunan kelapa di Pulau Burung tersebut yang sudah ada kurang lebih 50 tahun dan menjadi salah satu penghasil produk kelapa terbesar.