This article was originally published on Kumparan.
–
Penelitian terbaru yang terbit di jurnal Nature Geoscience mengungkap konservasi hutan gambut dapat mengurangi laju perubahan iklim. Deshmukh dan 16 peneliti lainnya menemukan dengan menjaga hutan gambut mampu mencegah emisi karbon dioksida sampai 24 ton CO2 per hektar per tahun. Jumlah ini setara dengan emisi yang dikeluarkan dari 5 mobil penumpang. Luas lahan gambut di Indonesia mencapai 15 juta hektar, berapa banyak emisi karbon yang dapat dicegah melalui konservasi lahan gambut?
Lahan gambut merupakan tipe lahan yang terbentuk dari akumulasi material organik yang mengendap. Kondisi anaerob membuat bahan organik tidak membusuk hingga perlahan membentuk lapisan tanah hingga ketebalan lebih dari 10 meter. Setiap tahun, hanya 1 milimeter tanah gambut yang terbentuk, atau untuk mencapai ketebalan 1 meter dibutuhkan waktu sampai 1000 tahun. Sifat alami gambut yang terbentuk dari material organik dengan kandungan karbon tinggi, stok karbon di lahan gambut lebih banyak daripada jenis hutan tropis lainnya.
Praktik konsersevasi lahan gambut di lapangan dapat dilakukan dengan menjaga hutan tetap alami atau pertanian yang berkelanjutan di lahan gambut fungsi budidaya. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa saat ini jutaan hutan gambut telah terkonversi untuk mendukung ketersediaan pangan dan kemakmuran ekonomi bagi manusia. Dalam rentang 1990 sampai 2015, lebih dari tiga juta hektar lahan gambut di Sumatra dan kalimantan telah terkonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Namun, hal tersebut bukan menjadi justifikasi dalam pemanfaatan yang dapat merusak gambut. Masih ingat di benak kita bagaimana Proyek Sejuta Hektar Lahan Gambut yang gagal di Provinsi Kalimantan Tengah. Sampai saat ini pun bekas area proyek menjadi terdegradasi dan menjadi sumber masalah karena selalu terbakar hampir setiap tahun.
Pentingnya sistem tata air di gambut dalam praktik pemanfaatan gambut mampu mengurangi laju emisi karbon yang dikeluarkan. Evans dkk dalam penelitiannya menyebut, “meningkatkan tinggi muka air hingga 40 cm mampu mengurangi emisi sebesar 25-30 persen.” Hal senada juga disebutkan oleh Fawzi dkk, dengan studi kasus di perkebunan kelapa dengan sistem tata air yang baik, mampu mencegah 80 persen emisi karbon yang lepas ke atmosfer jika dibandingkan dengan perkebunan lainnya di lahan gambut.
Nurul Ihsan Fawzi adalah peneliti di Tay Juhana Foundation yang kini sedang melakukan riset karbon di satu kecamatan di pesisir timur Riau.