Kami bermitra dengan pemerintah, pelaku bisnis, kelompok masyarakat sipil, dan pihak-pihak lain untuk mengubah cara dunia memproduksi dan menggunakan pangan serta energi, serta merancang kota-kotanya. Lebih dari 100 proyek kami mencakup, mulai dari memberi nasihat kepada wali kota tentang cara mengurangi angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas, bekerja sama dengan jaringan restoran untuk mengurangi limbah makanan, hingga menyediakan energi bersih untuk fasilitas kesehatan di pedesaan. Kami memobilisasi inisiatif global dan regional yang mendorong aksi iklim internasional, memajukan pengelolaan laut berkelanjutan, menghentikan deforestasi tropis, memulihkan lanskap yang terdegradasi, dan banyak lagi.

Ketahanan Pangan

Pertanian

Lahan Suboptimal

Penghidupan

Lanskap

Tata Kelola

Jelajahi dedikasi kami terhadap pendekatan yang strategis, berdampak, dan inovatif.

TOPIK

Kita tahu dari sejarah bahwa pertanian menandai dimulainya peradaban manusia. Pertanian menghasilkan makanan, serat, dan barang-barang lain yang dikonsumsi oleh penduduk dunia. Sayangnya, beberapa praktik pertanian merusak ekosistem dengan penggunaan pupuk yang berlebihan dan penggunaan air yang tidak terkendali. Untuk mengatasi masalah ini, para ilmuwan dan praktisi berupaya mengoptimalkan praktik pertanian berkelanjutan yang menyeimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi.

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Lahan gambut tropis Indonesia tidak hanya berperan sebagai penyimpan karbon, tetapi juga sebagai rumah bagi komunitas-komunitas tangguh yang kehidupannya banyak bergantung pada tanah. Dengan luas mencapai lebih dari 13,43 juta hektare (lebih dari separuhnya berada di Sumatra), Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekologi sekaligus mendukung kehidupan masyarakat di atasnya dari generasi ke generasi.<span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Di antara luasnya wilayah KHG di Indonesia, Provinsi Riau merupakan salah satu wilayah dengan bentang lahan gambut terbesar di Indonesia sekaligus pemilik lahan perkebunan yang luas. Dari luasnya lahan perkebunan tersebut, kelapa menjadi komoditas unggulan kedua setelah kepala sawit. Hal ini dibuktikan dengan besaran sumbangan Provinsi Riau terhadap total produksi kelapa nasional, yaitu sekitar 11%.<span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Sebagai salah satu penyumbang produksi kelapa terbesar di Provinsi Riau, perkebunan kelapa di lahan gambut sudah menjadi bagian dari tradisi lokal di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau. Sistem perkebunannya sebagian besar dikelola oleh petani kecil dengan menggunakan praktik tradisional yang telah diadaptasi secara lokal dan diwariskan secara lintas generasi. Berbeda dengan perkebunan industri besar, perkebunan petani kecil biasanya beroperasi dalam skala kecil—mengandalkan tenaga kerja manual, metode tradisional, dan kondisi tanah alami, dengan sedikit penggunaan mesin atau input kimia, serta akses terbatas ke pasar yang lebih besar. Namun, dalam sistem yang sederhana ini, kelestarian alam dan keberlangsungan komunitas tetap dapat berjalan beriringan. Pohon kelapa yang telah lama tumbuh di lahan gambut di Inhil bukan hanya berperan sebagai sumber penghasilan, melainkan menjadi bagian dari sebuah ekosistem di mana tanah, air, dan masyarakat saling berhubungan erat melalui interaksi terus menerus.<span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:700;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Satu Kesatuan Hubungan Manusia dan Alam<span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Untuk memahami lebih dalam hubungan ini, kami menggunakan pendekatan Sistem Sosio-Ekologis (Socio-Ecological System/SES), yaitu cara pandang yang melihat <span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:700;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">manusia dan alam sebagai satu kesatuan dalam sebuah ekosistem besar<span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">, dalam <a style="text-decoration:none;" href="https://link.springer.com/article/10.1007/s10668-025-06756-6?utm_source=rct_congratemailt&amp;utm_medium=email&amp;utm_campaign=oa_20250913&amp;utm_content=10.1007%2Fs10668-025-06756-6"><span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#1155cc;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:underline;-webkit-text-decoration-skip:none;text-decoration-skip-ink:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">riset kami</a><span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">. Pendekatan ini memandang manusia dan alam bukan sebagai dua hal terpisah, melainkan komponen yang saling berinteraksi dan memengaruhi. Setiap aktivitas petani—dari mengelola air hingga memilih tanaman—merupakan bagian dari ekosistem yang saling terhubung. Saat satu aspek berubah, aspek yang lain akan ikut berubah untuk menyesuaikan sehingga menciptakan keseimbangan baru. Melalui cara pandang ini, kita bisa memahami bagaimana sebuah komunitas membangun <a style="text-decoration:none;" href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0951832013002147?via%3Dihub"><span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#1155cc;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:underline;-webkit-text-decoration-skip:none;text-decoration-skip-ink:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">resiliensi</a><span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">, serta bagaimana manusia dan alam saling menopang untuk beradaptasi dari perubahan dan, bahkan, menghindari gangguan.<img src="https://be.tayjuhanafoundation.org/storage/images/6c6d9c6d-4b1c-44e4-9e08-37b3f7aecd25.jpg" width="4032" height="3024"><span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:700;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Belajar dari Cara Petani Kelapa Bertahan<span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Dari hasil <a style="text-decoration:none;" href="https://link.springer.com/article/10.1007/s10668-025-06756-6?utm_source=rct_congratemailt&amp;utm_medium=email&amp;utm_campaign=oa_20250913&amp;utm_content=10.1007%2Fs10668-025-06756-6"><span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#1155cc;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:underline;-webkit-text-decoration-skip:none;text-decoration-skip-ink:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">penelitian lapangan kami</a><span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;"> di Inhil, kami menemukan banyak kisah tentang cara petani membangun strategi resiliensi di tengah dinamika alam dan ekonomi. Walaupun mereka mengandalkan sumber penghasilan utamanya pada perkebunan kelapa monokultur, mereka berhasil menciptakan berbagai cara untuk bertahan hidup dan memperkuat ketahanan ekonomi rumah tangganya.<span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Salah satu caranya adalah dengan <span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:700;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">merotasi peran kerja<span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">. Karena masa panen yang berjarak antara beberapa bulan sekali, banyak petani yang memanfaatkan waktu di sela-selanya untuk bekerja sebagai buruh di kebun milik teman atau tetangganya. Dengan begitu, petani di Inhil dapat memiliki sumber pendapatan lebih dengan merangkap sebagai pemilik lahan sekaligus buruh kebun. Walau begitu, sistem rotasi ini tidak selalu dibayar dengan uang—sebagaimana pemahaman modern akan penghidupan—tapi dengan kesepakatan bersama untuk gotong royong merotasi peran kerja dan konsumsi kerja. Pola ini tidak hanya cukup memperkuat ekonomi rumah tangga petani dengan menghemat biaya pekerja, tetapi juga mempererat ikatan kekeluargaan antar warga.<span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Selain itu, cara yang dilakukan oleh petani, salah satunya, adalah menerapkan pertanian <span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:700;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">tumpangsari<span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;"> dengan menanam pinang, pisang, ubi, nanas, dan tanaman lainnya di sela-sela pohon kelapa. Tanaman-tanaman ini membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga petani untuk dikonsumsi pribadi sekaligus menambah penghasilan kecil-kecilan dengan penjualan skala kecil. Di saat hasil kelapa menurun karena cuaca atau harga pasar, hasil tumpangsari dapat menjadi jaring pengaman bagi stabilitas ekonomi keluarga petani.<span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Kedua cara ini menunjukkan bagaimana kearifan lokal dan gotong royong dalam komunitas dapat menjadi pondasi untuk menjaga keberlanjutan hidup komunitas tersebut di lahan yang rentan. <img src="https://be.tayjuhanafoundation.org/storage/images/c3c756ba-4004-483e-876f-88f3b3814d77.jpg" width="4240" height="2400"><span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:700;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Menyambung Cerita dari Tanah Gambut Inhil<span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Apa yang dilakukan para petani di Inhil adalah potret kecil dari kisah besar tentang hubungan manusia dan alam. Setiap keputusan—apa yang ditanam, bagaimana pembagian kerja, hingga kapan waktu panen—mencerminkan bagaimana penghidupan komunitas dan ekosistem yang menaunginya berjalan beriringan.<span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Simak cerita lain yang kami temukan dari komunitas petani gambut di Inhil dalam beradaptasi di tengah dinamika perubahan melalui publikasi riset kami di <a style="text-decoration:none;" href="https://link.springer.com/article/10.1007/s10668-025-06756-6?utm_source=rct_congratemailt&amp;utm_medium=email&amp;utm_campaign=oa_20250913&amp;utm_content=10.1007%2Fs10668-025-06756-6"><span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#1155cc;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:underline;-webkit-text-decoration-skip:none;text-decoration-skip-ink:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">sini</a><span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">. Selain itu, jangan lewatkan webinar kolaboratif kami bersama Zentide dan Greeneration Foundation, besok, 16 Oktober 2025, sebagai bagian dari Kampanye Hari Pangan Sedunia 2025 kami dengan mendaftar di <a style="text-decoration:none;" href="https://webinar.greeneration.org/"><span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#1155cc;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:underline;-webkit-text-decoration-skip:none;text-decoration-skip-ink:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">sini</a><span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">.<span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Temukan cerita-cerita kami dari lapangan melalui kanal kami di <a style="text-decoration:none;" href="https://www.instagram.com/tayjuhanafoundation/?hl=en"><span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#1155cc;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:underline;-webkit-text-decoration-skip:none;text-decoration-skip-ink:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Instagram</a><span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;"> dan <a style="text-decoration:none;" href="https://id.linkedin.com/company/tayjuhanafoundation"><span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#1155cc;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:underline;-webkit-text-decoration-skip:none;text-decoration-skip-ink:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">LinkedIn</a><span style="font-size:11pt;font-family:Arial,sans-serif;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">!

Tradisi Ketahanan di Tanah Gambut: Strategi Adaptif Petani Kelapa di Indragiri Hilir

Belajar dari Tradisi: Agroforestri di Indragiri Hilir dan Nusantara

Agroforestri di Indragiri Hilir: Solusi Ketahanan Pangan dan Resiliensi Lahan Gambut

<h2>Water Management in Peatland</h2>Peatland is one of the most important ecosystems for environmental balance and economic sustainability. However, peatland also has unique characteristics that require special management, especially in terms of water management. Effective water management in peatland not only supports agricultural productivity but also preserves its ecological functions as a carbon sink and a biodiversity habitat. This article will discuss how water management in peatland is carried out, the challenges faced, and its benefits for the environment and society.<h3>Challenges in Water Management in Peatland</h3>Peatland has a high water retention capacity, but poor water management can lead to various problems. Some of the main challenges in peatland water management include:<h4>1. Excessive Drying</h4>Peatland drainage for agriculture or development often results in ecosystem damage. Dried peat soil becomes easily oxidized, leading to significant carbon emissions.<h4>2. Vulnerability to Fires</h4>Dried peatland is highly prone to fires, which not only destroy ecosystems but also increase air pollution.<h4>3. Difficulty in Drainage Control</h4>Peat soil’s porous nature and rich organic content make drainage control a significant challenge. Improper drainage management can lead to flooding or excessive drying, both of which harm the peatland ecosystem.<h3>Strategies for Water Management in Peatland</h3>To address these challenges, various water management strategies have been developed. Here are the key steps in peatland water management:<h4>1. Rewetting (Re-moistening of Peatland)</h4>Rewetting is a crucial step in restoring the ecological function of degraded peatland. This process involves refilling water into peat soil layers to prevent further drying and reduce carbon emissions.<h4>2. Construction of Canal Blocks</h4>Canal blocks are used to control water flow in peatland. By limiting excessive water drainage, canal blocks help maintain optimal soil moisture levels, prevent drying, and reduce fire risk.<h4>3. Ecosystem-Based Drainage Management</h4>Drainage systems in peatland should be designed with a balance between agricultural needs and ecological functions. Excessive drainage must be avoided to maintain adequate soil moisture and prevent carbon loss.<h4>4. Regular Hydrological Monitoring</h4>Hydrological monitoring is essential to understanding changes in water levels in peatland. This data helps determine necessary actions, such as adjusting canal blocks or rewetting if needed.<h4>5. Community Involvement</h4>Local communities must be involved in peatland water management. Through education and training, they can adopt sustainable peatland practices, such as eco-friendly agriculture or efficient water resource management.<h3>Benefits of Effective Water Management in Peatland</h3>Proper water management in peatland provides various benefits for both the environment and economy:<h4>1. Protecting the Ecological Function of Peatland</h4>By maintaining soil moisture, water management helps preserve peatland’s ecological role as a carbon sink and a habitat for flora and fauna.<h4>2. Reducing Fire Risk and Carbon Emissions</h4>Well-managed peatland has a lower risk of fire. Additionally, carbon emissions from peat oxidation can be minimized.<h4>3. Enhancing Agricultural Productivity</h4>With proper water management, peatland can be effectively used for agriculture, such as cultivating sago, coconut, and other crops that thrive in moist conditions.<h3>Water Management in Peatland</h3>Effective water management is key to sustainable peatland utilization. Processes such as rewetting, canal block construction, and hydrological monitoring play an essential role in maintaining the balance between agricultural productivity and environmental conservation.One successful example is <a href="https://old.tayjuhanafoundation.org/our-work/our-project/peatland-research/" target="_new" rel="noopener">Tay Juhana Foundation</a>, which has been a leader in sustainable peatland management. They not only support effective water management but also utilize peatland for eco-friendly food cultivation. With the support of all stakeholders, we can transform peatland into a valuable asset for the future.<a href="https://www.instagram.com/tayjuhanafoundation/?hl=id" target="_new" rel="noopener">Tay Juhana Foundation</a> proves that collaboration and innovation can overcome challenges. Let’s work together to support water management in peatland for a greener and more sustainable future.Let’s make a sustainable future a reality, starting today. 🌍

Water Management in Peatland

Most people may not know, but Jakarta, as the capital city of the country, has one the highest subsidence rate in the world. Land subsidence is essentially a natural phenomenon, but the negative impact of anthropogenic activity has accelerated the rate. Nationally, Indonesia is experiencing demographical bonus where population of younger age is more than the older one. In consequence, the country needs to provide more work opportunities and accommodate the new wave of young entrepreneurs which has trending lately and still has much potential. The growing population also contributes to faster urbanization rate. Java is currently home to many urban agglomerations such as Jabodetabekjur, Gerbangkertosusilo, and Sarbagita, and it is estimated to become an urban island in 2045. From the economic perspective, 1% in urbanization growth can contribute to 4% of GDP per capita increased. The current issues of Jakarta extend from transportation, housing condition, drinking water access, and wastewater management, also land use change. In the currently high-mobility urban population within Jabodetabek, the public transportation system in the capital area are not yet sufficient. The Province of Jakarta scores high in all four sub-standard housing indicators. There are still many houses with inadequate roof/wall/floor condition, narrow living area, and limited access to improved drinking water and sanitation. The land-water interaction controls the issues of flooding, raw water limitation, river and bay pollution, also land limitation, in particular for practicing agriculture that provides food for the people. The urban growth in the bordering regions of Jakarta promotes land use change for built-up areas (e.g., settlements, offices, and industry). Consequently, less and less arable lands are available for producing crop and this adds pressure to the food system in the surrounding area.<img class="size-full wp-image-1401 aligncenter" src="https://old.tayjuhanafoundation.org/wp-content/uploads/2019/03/jakarta-traffic.jpg" width="1360" height="907" loading="lazy" srcset="https://old.tayjuhanafoundation.org/wp-content/uploads/2019/03/jakarta-traffic.jpg 1360w, https://old.tayjuhanafoundation.org/wp-content/uploads/2019/03/jakarta-traffic-300x200.jpg 300w, https://old.tayjuhanafoundation.org/wp-content/uploads/2019/03/jakarta-traffic-768x512.jpg 768w, https://old.tayjuhanafoundation.org/wp-content/uploads/2019/03/jakarta-traffic-1024x683.jpg 1024w, https://old.tayjuhanafoundation.org/wp-content/uploads/2019/03/jakarta-traffic-610x407.jpg 610w, https://old.tayjuhanafoundation.org/wp-content/uploads/2019/03/jakarta-traffic-1080x720.jpg 1080w, https://old.tayjuhanafoundation.org/wp-content/uploads/2019/03/jakarta-traffic-1280x854.jpg 1280w, https://old.tayjuhanafoundation.org/wp-content/uploads/2019/03/jakarta-traffic-980x654.jpg 980w, https://old.tayjuhanafoundation.org/wp-content/uploads/2019/03/jakarta-traffic-480x320.jpg 480w, https://old.tayjuhanafoundation.org/wp-content/uploads/2019/03/jakarta-traffic-400x267.jpg 400w" sizes="auto, (max-width: 1360px) 100vw, 1360px">The described situation above calls for a complex system of solution, not only to resolve the challenges but also to supervise the urban development to be kept sustainable. The National Development Planning Agency (BAPPENAS) works to formulate concepts, mostly for the infrastructure systems, that will be implemented in the nation. More importantly, the implementation of any measures will be aligned with the principal of Sustainable Development Goals (SDGs) and NUA (New Urban Agenda) for cities those are liveable, competitive, green and resilient, also have local identities. <h6>Source: Presentation of Prof Dr Bambang Brodjonegoro (Head of the BAPPENAS) during The 6th International Conference of Jabodetabek Study Forum “Urban-Rural and Upland-Coastal Connectivities in Managing Sustainable Urbanizing World” IPB International Convention Center, 29 August 2018</h6><h6>Picture source: https://www.shutterstock.com/video/clip-14843476-traffic-jam-on-road-coming-main-business</h6>

The State of Challenges of the Urban Development

Di Indragiri Hilir, Riau, yang dikenal sebagai &quot;Negeri Seribu Parit&quot;, sistem kanal tradisional yang disebut parit adalah urat nadi kehidupan. Lebih dari sekadar infrastruktur pertanian, parit merupakan wujud pengetahuan komunal, kerja sama antarbudaya, dan respons adaptif masyarakat terhadap lingkungan lahan gambut pasang surut. Sistem ini tidak hanya menopang pertanian tetapi juga menjadi akses utama yang menghubungkan antar desa dan menopang mata pencaharian.Namun, sistem sosio-ekologis yang telah bertahan selama beberapa generasi ini kini menghadapi ancaman serius. Brief penelitian ini mengkaji secara mendalam tantangan multidimensi yang dihadapi parit, mulai dari degradasi lingkungan seperti abrasi, penurunan muka tanah (subsidence), banjir, dan kontaminasi air, hingga tekanan ekonomi dan sosial yang melemahkan tata kelola komunalnya.Dengan menelusuri sejarah kemunculan parit, fungsi tata kelola air berbasis masyarakat, dan kondisi terkininya, riset ini menawarkan jalan ke depan. Beberapa solusi yang diusulkan antara lain penguatan tata kelola melalui musyawarah, restorasi zona penyangga ekologis seperti hutan mangrove dan nipah, serta diversifikasi ekonomi lokal untuk mengurangi kerentanan petani. Memahami parit bukan hanya sebagai infrastruktur, melainkan sebagai sebuah sistem sosio-ekologis yang terintegrasi, adalah kunci untuk merevitalisasi dan memastikan keberlanjutannya di tengah berbagai tantangan.

PARIT: THE FOUNDATIONS OF AGRICULTURAL LIFE IN INDRAGIRI HILIR

Masa depan pangan dunia menghadapi tantangan yang semakin kompleks, mulai dari perubahan iklim, berkurangnya lahan subur, hingga meningkatnya kebutuhan pangan akibat pertumbuhan populasi. Di tengah tantangan tersebut, lahan basah hadir sebagai harapan baru. Dengan luas mencapai jutaan hektar di Indonesia, lahan basah menyimpan potensi luar biasa untuk mendukung ketahanan pangan sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem.Buku ini hadir untuk mengupas praktik-praktik pertanian berkelanjutan yang dilakukan di lahan basah, termasuk rawa dan gambut, sebagai solusi inovatif dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Melalui kisah-kisah inspiratif dari petani lokal, buku ini tidak hanya memberikan panduan praktis, tetapi juga membuka wawasan tentang pentingnya lahan basah bagi masa depan pangan dan keberlanjutan lingkungan.

Ketahanan Pangan

Pertanian

Lahan Suboptimal

Penghidupan

Lanskap

Tata Kelola

Pertanian

Pertanian
Pembaruan Terbaru

Tradisi Ketahanan di Tanah Gambut: Strategi Adaptif Petani Kelapa di Indragiri Hilir

Belajar dari Tradisi: Agroforestri di Indragiri Hilir dan Nusantara

Agroforestri di Indragiri Hilir: Solusi Ketahanan Pangan dan Resiliensi Lahan Gambut

Water Management in Peatland

Pertanian
Sumber Daya Terbaru

FAQ

Tentang Kami

Sumber Daya

Karir

Hubungi kami

Ikuti media sosial kami:

Pertanian

Pertanian Pembaruan Terbaru

Tradisi Ketahanan di Tanah Gambut: Strategi Adaptif Petani Kelapa di Indragiri Hilir

Belajar dari Tradisi: Agroforestri di Indragiri Hilir dan Nusantara

Agroforestri di Indragiri Hilir: Solusi Ketahanan Pangan dan Resiliensi Lahan Gambut

Water Management in Peatland

Pertanian Sumber Daya Terbaru

FAQ

Tentang Kami

Sumber Daya

Karir

Hubungi kami

Ikuti media sosial kami:

Pertanian
Pembaruan Terbaru

Pertanian
Sumber Daya Terbaru