Mari berkenalan dengan Pak Sukardi yang berasal dari Kulon Progo, Jawa Tengah. Lahir pada tahun 1958, kemudian merantau ke Tanah Papua pada tahun 1996 (bukan bagian dari program migrasi). Sejak saat itu, beliau telah mengabdikan dirinya selama lebih dari 28 tahun sebagai petani di Wilayah Papua, khususnya Papua Barat Daya. Niat awal beliau merantau hanya untuk bertani dan membawa istrinya ke tanah rantau.
Awal mula beliau mulai menggarap lahan pertanian karena dipercayakan oleh rekan sesama yang kemudian membuka lahan karena saat itu masih hutan dan termasuk lahan gambut. Lahan pertama dibuka dengan luasan 100×100 meter. Sejak awal beliau fokus bertani pada komoditi tanaman hortikultura dengan menggunakan diversifikasi pola rotasi tanaman. Hal ini dilakukan karena penerapan komoditi tanaman hortikultura menghasilkan lebih cepat dibanding dengan tanaman pangan dan perkebunan yang membutuhkan lebih banyak waktu. Selain itu kedalaman tanah untuk jangkauan akar yang dibutuhkan tanaman hortikultura tidak terlalu dalam.
Penerapan sistem rotasi tanaman pun ia lakukan, karena telah menjadi keahliannya saat beliau masih di Jawa. Beberapa jenis komoditi yang beliau tanam dalam penerapan sistem rotasi tanaman yaitu kacang panjang, tomat, brokoli, terong ungu, cabai, gambas. Tentunya selama perjalanannya sebagai petani mengalami beberapa kendala terutama pada kondisi cuaca di wilayah Papua Barat Daya yang sangat tidak menentu, kadang-kadang mengalami kekeringan dan banjir jika curah hujan mencapai kurang lebih 3000 mm/tahun, selain itu permasalahan hama dan penyakit hingga susahnya mendapat pupuk subsidi.
Selama penerapan diversifikasi pola rotasi tanam yang dilakukan pak Sukardi, beliau juga lebih banyak menggunakan pupuk organik dibanding pupuk non-organik atau kimia. Karena beliau merasa bahwa perjalanan pertanian itu bersifat jangka panjang sehingga perlu keberlanjutan dan penggunaan pupuk kimia hanyalah sebagai pendukung. Dengan begitu beliau juga mengurangi biaya produksi karena pupuk organik lebih murah dibanding pupuk kimia. Pak Sukardi menggunakan lebih banyak pupuk organik (sekitar ± 20 karung) untuk tiap komoditi yang ditanam sehingga dapat mendorong perbaikan kualitas tanah dan menjadi salah satu pemasok hasil tani tanaman hortikultura di Sorong dan memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.
Kesenangan dalam bertani dan kegigihan pak Sukardi sebagai salah satu penyedia atau pemasok hasil tani di Sorong juga terdorong oleh semangat dari rekan-rekan sesama petani dan dukungan instansi pemerintahan seperti dinas pertanian dan terbentuknya kelompok tani. Beliau berharap kepada petani-petani lainnya yang ada wilayah sorong untuk tetap semangat belajar dan menekankan untuk lebih banyak menggunakan pupuk organik dalam meningkatkan hasil tani. Hal ini beliau sampaikan dalam ruang diskusi kelompok tani “Trimanunggal” dan masyarakat sekitar tempat tinggalnya untuk terus berupaya menjadi yang terbaik dalam penyedian hasil tani di wilayah Sorong.